Kartosuwiryo Antara Pahlawan Dan Pemberontak

gambar : www.sejarahkita.org
Sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Sukarno dan Muhammad Hatta atas nama bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan baik oleh Portugis, Belanda, Jepang, maupun Inggris yang telah menjajah bangsa selama ini. Sejak saat itulah kita memiliki negara yang merdeka, berdaulat adil dan makmur bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi pemberontakan besar, antara lain DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Pemberontakan Semesta), Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan) dan OPM (Organisasi Papua Merdeka).

Salah satu pemberontakan paling besar yang pernah terjadi di tanah air adalah DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia). DI/TII Jawa Barat dipimpin oleh Sekar Marijan Kartosuwiryo dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII), DI/TII Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. 

Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. DI/TII Aceh di dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. 

DI/TII Sulawesi Selatan di pimpin Kahar Muzakar tujuannya agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). 

Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. 

Gerakan DI/TII Jawa Barat bermula ketika ditandatanganinya persetujuan/ perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Akibat dari persetujuan itu, wilayah Indonesia yang diakui Belanda semakin sempit dan pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah-wilayah yang dikuasainya hingga terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat(RIS). Selain wilayah kedaulatan RI berkurang, tentara gerilyawan RI yang berada diluar garis demarkasi Van Mook harus ditarik mundur.

Akibat persetujuan Renville yang ditandatangani pada bulan Januari 1948, maka kekuatan republik ditarik dari kantong-kantong gerilya, untuk berhimpun di Yogya. Termasuk devisi Siliwangi yang menguasai Jawa Barat pun ditarik ke Yogya. Lalu Jawa Barat menjadi kosong tidak ada yang menguasai dan melindungi rakyatnya. 

Belanda sudah siap mengambil alih untuk menancapkan kuku penjajahannya kembali. Menghadapi saat kritis di jawa barat ini. SM. Kartosuwiryo yang memimpin Hizbullah dan Sabillillah bersepakat perlu mengadakan pertemuan yang lebih luas dan lebih lengkap lagi, guna mengatur strategi dan siasat dalam menghadapi situasi yang selalu berubah.

Pertemuan itu akhirnya diadakan pada tanggal 10 dan 11 Februari di desa Pang Wedasan Kec. Cisayong dalam daerah segitiga : Malangbong, garut, Tasikmalaya. Hadir para pemimpin Organisasi Islam, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), serta para pemimpin Hizbullah dan Sabillillah.

Keputusan terpenting yang diambil dalam konferensi Cisayong itu, antara lain : 

1. Merubah ideologi Islam dalam bentuk Kepartaian menjadi bentuk kenegaraaan yang konkrit .

2. Membekukan Masyumi Jawa Barat.

3. Membentuk Majelis Islam (MI) sebagai pemerintahan dasar ummat Islam di Jawa Barat, maka seluruh organisasi Islam harus bergabung ke dalamnya.

4. Membentuk tentara Islam Indonesia (TII) yang merupakan peleburan dari Hizbullah dan Sabilillah.

Konferensi di Cisayong, juga di bahas tentang pentingnya mengangkat seorang imam, yang merupakan syarat utama dalam melaksanakan syari’ah Islam. Setelah melalui pertmbangan-pertimbangan yang cermat, musywarah sepakat memilih SM. Kartosuwiryo sebagai imam. 

Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sukarmadji Maridjan Kartosuwiryo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara kerajaan Belanda sebagai negara teokrasii dengan agama Islam sebagai dasar negara. 

Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo dan pasukannya yang terdiri atas Hizbullah dan Sabilillah menolak persetujuan Renville. Ia menolak untuk memundurkan pasukannya ke Jawa Tengah dan sejak saat itu ia tidak lagi mengakui keberadaan RI. Ia memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

Gerakan ini kemudian melakukan kekacauan di Jawa Barat dengan secara paksa menarik sumbangan dari rakyat. Namun karena rakyat saat itu sedang kesulitan ekonomi, maka pasukan DI/TII menjarah rumah-rumah penduduk. Untuk mengatasi serangan pemerintah RI, DI/TII menggunakan strategi gerilya.

Pada tanggal 1 April 1962, dilancarkan operasi Bharatayudha untuk menumpas DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII semakin terdesak dan satu-persatu komandannya menyerahkan diri. Penyebab Tertangkapnya S.M Kartosuwiro yaitu diperolehnya keterangan dari pimpinan TII yang telah berada dalam tangan TNI dan ini merupakan tipu muslihat TNI, sebab informasi yang diberikan meliputi rahasia-rahasia pimpinan tertinggi TII dan rahasia jama’ah Umat Islam Bangsa Indonesia, dihadirkannya masa dalam operasi tersebut (Pagar Betis). 

Pada 22 April 1962 terjadi serangan langsung terhadap pimpinan-pimpinan pusat Negara Islam Indonesia, 24 april 1962 serangan untuk kedua kalinya terhadap pimpinan pusat Negara Islam Indonesia, akibatnya rombongan terpencar-pencar S.M Katosuwiryo tertembak dan terluka dipantatnya dan tanggal 4 juni S.M. Kartosuwiryo dalam keadaan sakit parah tertangkap oleh kompi C bataliyon 328 pada kujang II kodam VI / Siliwangi dibawah pimpinan Letda Suhanda di kompleks Gunung Gebos malaya Bandung.


sumber : berbagai sumber

Related Posts: