Peranan Oerip Soemohardjo Hingga Lahirnya Tentara Nasional Indonesia Propesional

gambar : www.intelijen.co.id
Tanggal 6 Agustus 1945 bom Atom pertama Amerika Serikat dijatuhkan di kota Hiroshima, dan disusul jatuhnya bom Atom kedua di kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Melihat hal itu, Panglima Angkatan Perang Jepang untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Jendral Terauchi, yakin Jepang sudah mendekati kekalahan. Oleh sebab itu ia mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia akan merdeka sebagai anggota Kesemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Untuk itu ia memanggil BungKarno, Moh . Hatta, dan Dr. Radjiman Widyoningrat datang ke Saigon untuk menerima petunjuk tentang kemerdekaan (Sumarmo, 1991:73).

Dengan menyadari keadaan yang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan pertempuran, Jepang pada tanggal 15 Agustus 1845 menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.Atas kekalahan Jepang tersebut dan sementara tentara Sekutu belum datang maka mata rantai penjajahan di Indonesia terputus. 

Hal ini tidak disia-siakan oleh para pejuang Indonesia untuk memproklamasikan diri sebagai bangsa dan negara yang merdeka terbebas dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme. Pada tanggal 16 Agustus 1945 di rumah Laksmana Muda Maeda, di jalan Imam Bonjol No 1 Jakarta diadakan pertemuan yang dihadiri anggota PPKI yang berjumlah 21 orang yang terdiri 12 orang atas wakil dari Jawa yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Dr. Rajiman, Otto Iskandardinata, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Suryomiharja, sutarjo Karthodikusumo, RP.Suroso, Prof. Supomo, Abdulkadir, dan Purboyo. 

Tiga orang wakil dariSumatera yakni Dr. Amir, Teuku Moh. Hasan, dan Abdul Abas. Kemudian dua orang utusan Sulawesi dan masing-masing satu orang wakil golongan Cina, wakil Kalimantan, Maluku, dan Sumba kecil. Sedangkan enam orang anggota yang ditunjuk tanpa sepengetahuan Jepang yaitu Wiranatakusumah,Ki Hajar Dewantara, Kasman Singadimeja, Sayuti Melik, IwaKusumasumantri, dan Ahmad Subarjo. (Moh Yamin dalam Sumarmo, 1991 :77). 

Pertemuan ini menghasilkan suatu keputusan yang penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, yakni rumusan teks Proklamasi yang dibacakan esok paginya pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepat pada pukul 10.00 di rumah Ir. Soekarno, jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta teks yang telah dirumuskan tersebut dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi Moh. Hatta Proklamasi sebagai titik kulminasi yang menandai Indonesia telah merdeka. 

Namun Jepang yang masih berada di Indonesia juga masih berkuasa atas nama Sekutu untuk menjaga keadaan dan ketertiban bangsa Indonesia sampai Sekutu datang di Indonesia. Bagi Indonesia, Proklamasi kemerdekaan pada hakekatnya merupakan komando revolusi untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, baik kekuasaan pemerintah maupun kekuasaan atas alat-alat perlengkapan negara. 

Untuk keperluan itu proklamasi kemerdekaan telah memberikan petunjuk secara jelas, seperti yang tercantum pada kalimat kedua teks proklamasi yang berbunyi : “Hal-hal yang mengenai pemindahan 14 Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Suryomiharja, sutarjo Karthodikusumo, RP.Suroso, Prof. Supomo, Abdulkadir, dan Purboyo. Tiga orang wakil dari Sumatera yakni Dr. Amir, Teuku Moh. Hasan, dan Abdul Abas. Kemudian dua orang utusan Sulawesi dan masing-masing satu orang wakil golongan Cina, wakil Kalimantan, Maluku, dan Sumba kecil. 

Sedangkan enam oranganggota yang ditunjuk tanpa sepengetahuan Jepang yaitu Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singadimeja, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Subarjo. (Moh Yamin dalam Sumarmo, 1991 :77). Pertemuan ini menghasilkan suatu keputusan yang penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, yakni rumusan teks Proklamasi yang dibacakan esok paginya pada tanggal 17 Agustus 1945. 

Tepat pada pukul 10.00 di rumah Ir. Soekarno, jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta teks yang telah dirumuskan tersebut dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi Moh. Hatta Proklamasi sebagai titik kulminasi yang menandai Indonesia telah merdeka. Namun Jepang yang masih berada di Indonesia juga masih berkuasa atas nama Sekutu untuk menjaga keadaan dan ketertiban bangsa Indonesia sampai Sekutu datang di Indonesia. 

Bagi Indonesia, Proklamasi kemerdekaan pada hakekatnya merupakan komando revolusi untuk merebut kekuasaan daritangan Jepang, baik kekuasaan pemerintah maupun kekuasaan atas alat-alatperlengkapan negara. Untuk keperluan itu proklamasi kemerdekaan telah memberikan petunjuk secara jelas, seperti yang tercantum pada kalimat keduateks proklamasi yang berbunyi : “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” 

Kalimat itu mengandung makna bahwa perebutan kekuasaan dan lain-lainnya dari tangan Jepang hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar dapat berhasil dengan baik dan sedapat mungkin menghindarkan terjadinya pertumpahan darah. (Sumarmo, 1991: 82-83

Proklamasi itu sendiri mempunyai makna :

1. Lahirnya negara dan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat

2. Dimulailah babakan baru revolusi Indonesia, karena dengan Proklamasi initerjadi perubahan besar-besaran yang sangat mendasar, ialah pemindahankekuasaan dari penjajah kepada negara yang merdeka, yang dilaksanakandalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

3. Dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 ini, maka terlepaslah semua ikatan janji kemerdekaan pemerintahan Jepang seperti yang semula direncanakan. Jepang ternyata hanyalah merupakan salah satu mata rantaidari jalan yang harus dilalui untuk lahirnya sebuah negara baru Indonesia,yang merdeka dan berdaulat. (Tjokropanolo,1993: 40)

Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Jepang membubarkan Peta dan Heiho, dan senjata yang berada ditangan Peta danHeiho wajib dikembalikan kepada pihak Jepang. (Sulistyo, 1985 : 9). TetapiPeta di Karesidenan Banyumas menolak untuk menyerahkan senjatanya kepada Jepang. Pada tanggal 9 September 1945, dengan melalui jalan perundingan yang dipimpin oleh Daidancho Soedirman, pihak Jepang bersedia menyerahkan seluruh senjata yang berada di karesidenan Banyumas kepada PETA. Tindakan tersebut kemudian diikuti oleh berbagai daerah di JawaTengah.

Situasi yang semakin genting mendorong pemerintah pada tanggal 22 Agustus 1945 membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dan pada tanggal5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang pembentukanTentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berbunyi sebagai berikut; (Tjokropanolo, 1993: 59)

MAKLUMAT PEMERINTAH

Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat. 

Jakarta, 5 Oktober 1945 

Presiden Republik Indonesia


Soekarno 

Sebagai upaya untuk menghindarkan jangan sampai pemerintah Indonesia berhadapan langsung dengan pasukan-pasukan Inggris, maka tanggal 5 Oktober 1945 barulah Tentara Keamanan Rakyat dibentuk. Purnawirawan KNIL Mayor Oerip Soemohardjo dipanggil pemerintah untuk menerima tugas penting perihal pembentukan TKR. 

Dan ketika pembentukan TKR diumumkan maka ia telah diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Staf Umum yang bertugas menyusun organisasi TKR dan membentuk Markas Tinggi TKR (MTTKR). Melalui Komite Nasional Indonesia Pusat, dikeluarkanlah sebuah keputusan agar bekas prajurit Peta, Heiho, Barisan Pemuda, prajurit Hindia-Belanda dan lain-lainnya segera mendaftarkan diri menjadi anggota TKR. 

Ribuan pemuda mendaftarkan diri menjadi anggota tentara sebagai penegak kemerdekaan. Dan tidak ketinggalan para anggota eks-Peta, Heiho,(Koninklijk Nederlands Indische Leger) KNIL, pelajar tergugah mendaftarkan diri menjadi TKR yang bertujuan ingin membaktikan diri karena menganggap setelah menjadi anggota BKR maka secara otomatis menjadi anggota TKR. Hanya satu tujuan mereka yakni membaktikan dirinya bagi usaha mempertahankan kemerdekaan dan menentang penjajahan kembali Indonesia.(Tjokropanolo, 1993: 59-60)

Ketika keadaan Indonesia semakin genting karena berbagai insiden-insiden baik pertempuran melawan Jepang ataupun Sekutu. Ditambah lagi Belanda yang datang ke Indonesia dengan cara membonceng Sekutu mulai berani melakukan aksi teror disekitar Jakarta, maka pemerintah menunjuk Purnawirawan KNIL Mayor Oerip Soemohardjo untuk menjadi Kepala Staff Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. 

Bersama dengan rekannya Letnan Kolonel Purbonegoro, Kapten Samijo, Kapten Sudibyo, Letnan Didi Kartasasmita, Letnan Suryosularso, Letnan Suryadarma, dan lain-lain, iamulai melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sejak saat itulah iaberada ditengah-tengah mereka yang telah mempersatukan segala tekad dan mempertaruhkan jiwa raganya untuk tanah pusaka, tanah air tercinta. 

Tugas berat telah menanti Oerip Soemohardjo karena ia harus mulai dari nol untuk dapat membentuk suatu organisasi ketentaraan yang professional dan sesuai dengan standar internasional. Ditambah pada tanggal1 November 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat yang menyebutkan bahwa untuk mempertahankan keamanan dan kemerdekaan bukan monopolitentara saja. (Tjokropanolo, 1993: 62). 

Dari maklumat tersebut, maka semakin suburlah pasukan-pasukan bersenjata sehingga banyak partai politik dalam memperkuat kedudukannya mempunyai organisasi kesatuan bersenjata sebagai “ onderbouw”nya. Jumlahnyapun semakin menjamur dan semakin lama semakin sering menimbulkan masalah-masalah yang mengarah pada perpecahan. Hal ini disebabkan oleh karena latar belakang sosial, golongan, idiologi, agama yang beda daripada organisasi bersenjata yang ada dibawah partai-partai politik itu. 

Selain itu, salah satu pemicu konflik yang mengarah pada perpecahan tersebut disebabkan kurangnya komunikasi sehingga Belanda dan Sekutu dapat melakukan perang urat saraf dengan cara adu domba untuk meruntuhkan wibawa TKR. Maka Markas Tertinggi TKR pada tanggal 6 Desember 1945, mengeluarkan maklumat mengenai pendirian TKR, ketetapan laska rperjuangan, dan organisasi perjuangan lainnya. 

Maklumat ini mengintruksikan agar masing-masing tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, tidak ada rasa saling mencurigai dan saling fitnah. Selain itu setiap organisasi perjuangan agar melakukan koordinasi dengan Markas Tertinggi TKR dan melaporkan mengenai rencana organisasi, asas dan tujuan, jumlah anggota dan persenjataan, dan lain-lainnya yang dianggap penting. (Disjarahad, 1985: 20).

Berbagai persoalan terus muncul pada saat pembentukan tentara nasional yang mana perlu perhatian serius agar upaya pencapaian keamanan dan ketertiban masyarakat terwujud, serta mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tersebut Untuk itulah diperlukan seorang yang mampu untuk membentuk dan menyatukan oraganisasi tentara yang dalam hal ini adalah TKR. Dan disinilah tugas berat Letnan Jendral Oerip Soemohardjo dan Jendral Sudirman yang lebih dikenal sebagai Dwi-Tunggalnya TNI yang telah diberi kepercayaan oleh pemerintah untuk membentuk dan menyusun tentara nasional yang professional.


sumber : berbagai sumber

Related Posts: