Cerpen : Love Is History


Title : Love is History

Author : Ismaya

Cast :

· Xiumin Kim

· Hwayoung Ryu

Genre : Comedy and romance

Length : Oneshoot ( 3037 words )

Rating : PG-13

Disclimer : Ini murni dari otak author. Jika ada kesamaan, mohon di maafkan karena itu atas ketidaksengajaan. Cast milik diri mereka masing-masing.

A/N : Khusus yang di garisbawahi adalah bahasa korea romanisasi dan yang di tandakurungi adalah artinya. Jika ada kata yang sama, maka tidak ada pengulangan arti.

Happy reading ~

Author’s pov

“Xiumin sunbaenim (kakak kelas),” teriak seorang yeoja (perempuan) yang suaranya cukup melengking.

Membuat para murid yang ada di koridor menatapnya kesal. Tapi, yeoja itu tidak peduli. Dia malah meneriaki lagi nama namja (laki-laki) yang di kaguminya sejak Menengah Pertama.

“Xiumin sunbaenim,” teriak yeoja itu lebih keras. Dia berlari, mencoba menyamakan jalannya dengan namja bernama Xiumin itu.

Namja bernama Xiumin itu baru sadar jika ada seseorang yang memanggil namanya. Diapun menoleh ke kiri dan kanan, mencari asal suara itu. Tatapannya terhenti pada yeoja yang sedang berlari ke arahnya sambil melambai-lambaikan tangan padanya.

Xiumin menoleh ke kiri, kanan dan belakangnya. Mungkin saja yeoja itu memanggil orang lain, pikir Xiumin. Setelah yeoja itu berdiri tepat di depan Xiumin, Xiumin langsung menunjuk dirinya.

“Kau memanggilku?” tanya Xiumin polos.

Yeoja itu masih mengatur napasnya yang sempat terganggu akibat berlari. Beberapa saat kemudian, yeoja itu baru menjawab pertanyaan Xiumin.

“Ne (ya), sunbaenim. Aku memanggilmu.”

“Ada apa kau memanggilku? Bukankah, kita tidak saling mengenal?”

“Hehe. Aku lupa. Kita bahkan belum berkenalan. Kenalkan, jeoneun Hwayoung Ryu imnida (nama saya Hwayoung Ryu). Aku murid kelas 2-B.” uap yeoja yang ternyata bernama Hwayoung.

“Ah, ne. Aku Xiumin Kim. Ada apa kau mencariku?” tanya Xiumin.

“Aku mencarimu karena guru Song menyarankanku untuk belajar sejarah denganmu. Beliau bilang, kau sangat pandai di bidang pelajaran itu.” jawab Hwayoung.

Xiumin diam sejenak. Dia mengingat-ingat tentang sesuatu yang sempat guru Song bilang padanya. Tak lama, Xiumin akhirnya mengingat hal itu.

“Ah, ne. Aku ingat. Guru Song pernah bilang padaku jika ada salah satu muridnya yang selalu mendapat nilai merah selama 3 semester berturut-turut. Jadi, kau orangnya?”

Hwayoung hanya tersenyum malu.

“Sunbaenim, bisakah kau mengajariku? Eommaku (ibuku) sudah memarahiku 3 kali berturut-turut karena nilaiku yang buruk di pelajaran sejarah. Dia mengomeliku karena menurutnya aku tidak memperhatikan guru saat belajar. Tolonglah sunbaenim. Nilai sejarahku selalu di bawah 7,” Hwayoung terus memohon pada Xiumin agar dia mau membantunya.

Xiumin menatap dari Hwayoung atas sampai bawah.

‘Apa dia benar-benar selalu mendapat nilai merah?’ batin Xiumin.

Hwayoung memang bukan murid yang bodoh. Tapi, dia akan lemah di pelajaran yang membosankan seperti sejarah.

“Sunbaenim. Kau mau membantuku atau tidak?” ucap Hwayoung.

Setelah berpikir dengan matang-matang, akhirnya Xiumin memutuskan untuk membantunya.

“Baiklah. Tapi, aku tidak bisa mengajarimu sekarang. Hari ini aku sangat sibuk.”

“Ah, jinjjayo (benarkah)? Kau mau mangajariku?” tanya Hwayoung tak percaya. Xiumin mengangguk lalu tersenyum.

“Gamsahamnida (terimakasih), sunbaenim. Gamsahamnida.” ucap Hwayoung sambil membungkuk 90 derajat berkali-kali.

“Ne. Kalau begitu, aku pergi dulu, ne. Annyeong (ucapan selamat pagi/perpisahan untuk sebaya atau dari yang lebih tua kepada yang lebih muda).” ucap Xiumin lalu pergi dari hadapan Hwayoung.

Saat Xiumin sudah berjalan sekitar 5 meter dari tempat berdirinya, Hwayoung langsung melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum.

“Huh, seandainya aku mempunyai keberanian.” ucap Hwayoung.

Author’s pov end

@@@

Xiumin’s pov

“Sunbaenim,” panggil seseorang. Kurasa, suaranya dari sebelah kiri. Ku tolehkan kepalaku ke arah kiri. Terlihat hoobae (adik kelas) yang tadi pagi menemuiku. Aku tetap diam di tempat sambil menatapnya. Sedangkan, dia berjalan mendekatiku sambil membawa nampan makan siangnya. Ya, sekarang sudah jam istirahat. Jadi, semua murid datang ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah kekosongan makanan.

“Annyeonghaseyo (ucapan selamat pagi/perpisahan untuk yang lebih muda), sunbaenim.” sapanya lagi sambil tersenyum. Aku hanya membalas senyumnya lalu duduk di meja yang biasa ku tempati di kantin. Dia masih berdiri di sebelahku.

“Bolehkah aku duduk di sini?” tanyanya.

“Silahkan.”

“Gamsahamnida.”

Dia pun duduk di sisi yang berhadapan denganku.

Kami melahap makanan yang kami bawa tanpa ada percakapan sedikitpun. Setelah selesai makan, akupun mencoba untuk membuka obrolan.

“Hwayoung-ssi, apa kau tidak mempunyai teman?” tanyaku hati-hati. Takut dia merasa tersinggung atau semacamnya. Dia melirikku sebentar.

“Hehe.. tidak. Mereka menganggapku aneh karena badanku yang kecil tapi mataku besar. Mungkin mereka berpikir bahwa aku adalah makhluk planet luar,” jawabnya sambil terkekeh kecil. Aku hanya mengangguk-angguk.

Jika di dengar dari suaranya yang sedikit gemetar, sepertinya, dia di asingkan oleh teman-temannya. Ck, jahat sekali mereka. Padahal, menurutku dia adalah yeoja yang baik, lucu dan manis. Eh? Apa yang barusan ku pikirkan? Aigo (aduh), Xiumin, kau baru mengenalnya hari ini. Jangan asal menyimpulkan sesuatu yang belum ada buktinya.

“Ah, ne. Sunbaenim, bolehkah aku meminta nomor ponselmu?” tanyanya.

“Eh? Nomor ponsel? Untuk apa?”

“Untuk berjaga-jaga jika nanti aku membutuhkan bimbinganmu,”

“Ah, baiklah.”

Dia pun langsung menyerahkan ponselnya padaku. Ku ketik nomor ponselku di layar ponselnya.

“Ige (ini). Tapi, maaf jika aku tidak membalasnya. Aku sangat jarang memegang ponsel,”

“Ah, ne. Gwaenchanha (tidak apa-apa). Gamsahamnida.”

“Ne.”

Tak terasa, kami banyak berbincang-bincang sampai bel masuk berbunyi.

“Aku duluan, sunbaenim.” pamit Hwayoung sambil melambai-lambaikan tangannya dan tersenyum.

“Ne.” balasku sambil melambai-lambaikan tangan dan juga tersenyum padanya.

Dia pun pergi menuju kelasnya.

@@@

Hwayoung. Hwayoung Ryu.

Huft, kenapa yeoja itu sangat berbeda ya dengan yeoja-yeoja yang pernah ku temui?

Banyak yeoja yang membuatku menyimpulkan bahwa dia cantik, lucu, manis, baik dan lainnya. Tapi, kenapa saat melihatnya aku merasa ada yang berbeda, eoh?

Aigo, what happen with myself?

“Ck, Xiumin Kim. Berhenti memikirkannya!” ucapku sambil mengacak-acak rambutnya.

Aku pun beranjak menuju meja belajarku. Ku ambil buku pelajaran untuk esok hari.

Saat sedang serius belajar, tiba-tiba ponselku berdering.

“Ck, mengganggu saja.” rutukku.

Ku raih ponselku yang berada di meja lampu tidurku. Nomor tak di kenal?

Aku jawab panggilan masuk itu.

“Yeobbeoseyo? (halo untuk di telpon) Nuguya? (siapa)”

“Ah, yeobbeoseyo. Ini aku, sunbaenim. Hwayoung.”

Ku jauhkan ponselku dari telingaku. Ku tatap layar ponselku.

‘Hwayoung’ batinku. Refleks, ku rasakan detak jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Ku rasakan juga ujung bibirku membentuk sebuah lengkungan tanpa ku suruh.

Ya.. apa yang terjadi denganku?

“Yeobbeoseyo, sunbaenim? Kau masih disana?”

Setelah tersadar dari lamunanku yang sedikit gila menurutku, aku langsung mendekatkan lagi ponselku di telingaku.

“Ne, Hwayoung-ssi. Aku masih disini. Waeyo?”

“Ah, syukurlah. Kukira kau pergi meninggalkan teleponku. Aku hanya mengetes, apakah ini benar-benar nomor ponselmu atau bukan. Hehe.. mianhamnida (maaf) jika mengganggu malammu,”

“Ah, gwaenchana. Hehe.. kau sama sekali tidak mengganggu. Lagipula, aku sedang tidak melakukan apa-apa,”

Saat itu juga, kulirik meja belajarku yang penuh dengan buku-buku yang tadi ku baca. Ck, konyol sekali.

“Syukurlah. Aku takut jika kau terganggu dengan telepon dariku. Hehe,”

“Tidak. Sama sekali tidak.” saat aku mengucapkan kalimat itu, aku teringat kata-kataku sebelum ku jawab telepon darinya.

“Ya sudah, sunbaenim. Aku tutup dulu teleponnya. Eomma terus saja menyuruku untuk belajar.”

Aku tersenyum geli mendengar suaranya saat mengeluh tadi. Kurasa, jika aku melihat wajahnya pasti wajahnya sangat menggemaskan.

“Baiklah. Hwaiting (semangat) ne,”

“Ne, sunbaenim. Annyeonghaseyo.”

“Annyeong”

‘Bip’ telepon terputus.

Xiumin’s pov end

@@@

Hwayoung’s pov

Hmm.. aku senang sekali karena semalam Xiumin sunbae menerima teleponku. Dulu, kami juga berada di sekolah yang sama saat menengah pertama. Tapi, ya, seperti kalian lihat sekarang. Aku bukanlah anak yang terkenal. Jadi, sudah pasti dia tidak mengetahui keberadaanku saat itu. Tapi, aku bersyukur karena aku bisa berada di sekolah yang sama lagi dengannya secara tidak sengaja. Mungkin, ini takdir Tuhan. Hehe..

“Annyeonghaseyo, anak-anak.” ucap guru Song saat memasuki kelasku. Ck, kau datang di saat yang tidak tepat, guru Song. Apa kau tidak tau kalau aku sedang memikirkan makhluk tampan yang bernama Xiumin, huh? Menyebalkan.

“Annyeonghaseyo, guru Song” balas yang lain kompak. Kenapa ku bilang ‘yang lain’? itu karena aku tidak membalas sapaannya.

“Minggu depan, kalian akan ujian kenaikan. Aku tidak mau lagi melihat ada murid yang mendapat nilai di bawah tujuh,” ucapnya. Sontak mataku membulat dengan sangat sempurna.

“Terutama kau. Hwayoung Ryu-ssi.” ucapnya tajam sambil melirikku sinis. Murid yang lain juga menatap ke arahku yang duduk di meja paling pojok kiri belakang. Aku hanya menunduk dalam. Guru itu benar-benar membuatku malu.

“Baiklah. Kita lanjutkan pelajaran kemarin.”

“Ne, guru.”

@@@

Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Tapi, aku belum beranjak sedikitpun dari posisi dudukku. Entah kenapa, aku sangat malas bergerak.

“Hwayoung-ssi” panggil seseorang. Aku menoleh ke arah sumber suara. Mwo? (apa?) Apa aku tidak salah dengar? Xi.. Xiu.. Xiumin sunbae memanggil namaku? Ini bukan mimpi, kan?

“Annyeong, Hwayoung-ssi. Kenapa kau tidak ke kantin?” tanya Xiumin sunbae yang entah sejak kapan berada di bangku Geoyeol –teman sekelasku yang duduk di depanku-.

“Ah.. ti.. tidak,” aigo. Kenapa aku bicara seperti anak kecil yang baru bisa bicara? Aih.. neomu (sangat) pabboya (bodoh), Hwayoung Ryu.

Hwayoung’s pov end

Xiumin’s pov

Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu.

“Xiumin-ah, kau tidak ke kantin?” tanya Chen. Partner terbaikku.

“Aku akan ke kantin nanti. Kau pergi saja dulu, aku akan menyusul” jawabku. Dia hanya mengangguk, lalu pergi.

Hmm.. aku ingin tau, apakah Hwayoung sudah ke kantin atau belum. Haha.. ini memang sedikit aneh. Aku bukanlah tipe namja yang memikirkan sesuatu dengan berlebihan atau tergesa-gesa. Tapi, entah mengapa, jika mengingat namanya aku pasti merasa terobsesi. Ck, aku tidak mengerti dengan diriku ini. Sudahlah, lebih baik aku ke kelasnya.

Saat aku lewat di depan kelasnya, aku melirik sedikit ke arah pintu kelasnya yang terbuka. Ada. Dia ada di meja paling pojok kiri. Huft.. Tarik napasmu dengan teratur, Xiumin Kim. Kau tidak boleh terlihat memalukan.

Aku pun mengumpulkan kekuatan untuk menyapanya.

“Hwayoung-ssi” panggilku. Dia menoleh padaku. Aku memberanikan diri untuk memasuki ruang kelasnya yang sudah sepi. Sepertinya yang lain sudah pergi ke kantin.

Aku mengambil posisi duduk di kursi yang berada di depan mejanya dan menghadapkan diri padanya.

“Annyeong, Hwayoung-ssi. Kenapa kau tidak ke kantin?” tanyaku. Dia terlihat kaget saat melihatku sudah ada di depannya. Ck, sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya?

“Ah.. ti.. tidak,” jawabnya gugup. Aku menatapnya intens.

“Kau.. tidak sakit, kan?”

“Tidak, sunbaenim. Nan (saya –partiket topik-) gwaenchanayo,” akupun mengangguk. Berpura-pura menyerah. Hwayoung Ryu, kau ini benar-benar. Siapapun orang yang melihatmu, pasti tau kalau kau sedang tidak baik.

“Ah, begitu,”

“Ne. Kau tidak ke kantin?”

“Tidak. Aku sedang tidak berselera,” dia hanya menjawab dengan anggukan.

Kulirik dia. Dia menunduk dalam.

“Ku dengar, minggu depan para hoobae akan ujian kenaikan,” ucapku membuka obrolan di kesunyian kelasnya.

“Ne. kau tau darimana?” tanyanya. Mungkin dia merasa aneh saat tau bahwa aku mengetahuinya. Aku tersenyum.

“Guru Song baru saja memberitahuku saat tadi bertemu di jalan. Dia bilang, dia ingin kau mendapat nilai baik. Jadi, dia semakin menitipkanmu padaku,” jawabku. Terdengar helaan napas suara yang sangat berat. Aku menatap Hwayoung iba.

“Tenanglah. Aku akan membantumu. Sepulang sekolah, kita sudah bisa belajar bersama.” ucapku mencoba menghiburnya. Dia hanya tersenyum kecil.

“Gamsahamnida, sunbaenim. Maaf sudah merepotkanmu.” ucapnya. Suaranya sangat pelan. Aku jadi semakin sedih melihatnya saat ini.

@@@

Akhirnya, kami membuat janji untuk bertemu di café dekat sekolah jam 5 sore.

Dan sekarang, aku sudah berada di café itu. Kulirik jam tangan casual di tangan kiriku. Tertera pukul 5:10.

Huh, lama sekali dia. Mataku terus melirik pintu masuk café itu. Barangkali, Hwayoung yang datang. Tapi, sudah 10 menit aku menunggu, dia tak kunjung datang.

Xiumin Kim. Kau harus bersabar. Bukankah yeoja memang selalu berdandan lama jika ingin pergi atau bertemu dengan seseorang?

Xiumin’s pov end

Author’s pov

‘klening’ bel pintu masuk café berbunyi.

Terlihat disana seorang yeoja yang masih memakai seragam sekolah. Dia menoleh ke kiri dan kanan, mencari seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Pandangan matanya jatuh pada namja berpipi chubby yang sedang mengaduk-aduk minuman yang ia pesan. Dengan segera, dia langsung menghampiri namja itu.

“Aigo, jeongmalyo (sungguh/benar-benar).” rutuk Xiumin. Dia sudah berkali-kali mengirim pesan singkat dan berkali-kali juga menghubungi nomor ponsel Hwayoung, tapi tidak ada satupun jawaban dari keduanya.

“Hosh.. hosh.. hosh.. mi.. mi.. mian.. hae..” ucap Hwayoung dengan napas yang tidak beraturan. Xiumin menatapnya tak percaya. Yeoja di depannya benar-benar dengan keadaan kacau.

“Hwa.. Hwaayoung-ssi. Kau habis dari mana? Ke.. kenapa.. kenapa kau begitu berantakan?” tanya Xiumin. Dia langsung menarik Hwayoung untuk duduk di bangku sebelahnya.

Hwayoung masih sibuk mengatur napasnya. Sedangkan Xiumin, dia sedang meminta air putih pada pelayan.

Tak lama, minuman itupun datang.

“Gamsahamnida,” ucap Xiumin pada pelayan itu. Pelayan mengangguk lalu pergi meneruskan pekerjaannya.

“Ige,” ucap Xiumin sambil menyodorkan segelas air putih itu pada Hwayoung. Hwayoung langsung menerimanya dan meneguknya.

“Hah.. gamsahamnida, Xiumin sunbae,” Xiumin hanya mengangguk.

“Mianhae, sunbae. Tadi guru Song memberikanku pelajaran tambahan agar aku bisa mendapat nilai bagus di ujian minggu depan.” adu Hwayoung. Xiumin menghela napas panjang.

“Ya sudahlah. Lupakan saja. Kau masih ingin belajar denganku atau tidak?”

“Mworago? (apa kau bilang?) Kenapa kau bertanya seperti itu, sunbaenim? Tentu saja aku mau. Kau pikir untuk apa aku datang ke sini?”

Xiumin tersenyum geli melihat respon Hwayoung. Hwayoung menatap Xiumin.

“Waeyo (kenapa), sunbaenim? Kenapa kau tertawa?” tanya Hwayoung polos.

“Haha, gwaenchana. Kau ini lucu sekali,” ucap Xiumin lalu mengacak-acak rambut Hwayoung. Refleks, Hwayoung terdiam begitu mendapat perlakuan dari sunbae nya itu.

“Hehe.. sudahlah. Kajja (ayo), belajar.” ucap Xiumin sambil mengambil buku sejarahnya di dalam tas ranselnya. Hwayoung masih saja terdiam.

‘Apa ini bukan mimpi?’ batin Hwayoung.

“Hwayoung-ssi?” panggil Xiumin.

“A..ah.. ne, sunbae.” ucap Hwayoung saat tersadar dari lamunannya lalu mengambil buku sejarahnya. Xiumin hanya menggeleng-geleng sambil tersenyum geli.

@@@

Sejak hari itu, Xiumin dengan sabar mengajari Hwayoung. Membantu agar hoobaenya itu tidak mendapat nilai merah untuk yang ke-empat kalinya dalam empat semester berturut-turut.

“Hwayoung-ssi. Hwaiting!”

Itulah kalimat yang selalu di katakan Xiumin untuk menyemangati Hwayoung tiap kali Hwayoung akan mengikuti ujian kenaikan di mata pelajaran lain. Dan Hwayoung menjadikan kalimat itu sebagai penyemangatnya di setiap dia mengalami kesulitan dalam mengisi soal ujian.

Author’s pov end

Xiumin’s pov

Ah.. entah mengapa beberapa hari terakhir, hariku menjadi lebih indah dan berwarna. Apa mungkin ini karena yeoja itu? Ck, Xiumin Kim. Kau ini benar-benar.

Besok dia akan melaksanakan ujian sejarah. Mata pelajaran yang paling tidak ia sukai. Aku berharap, dia bisa mengerjakannya dengan baik seperti saat dia mengerjakan soal-soal buatanku.

Xiumin’s pov end

Author’s pov

Keesokkan harinya, ujian di laksanakan. Kelas 3 di bebaskan dari belajar karena mereka sudah ujian akhir. Jadi, yang sekolah sekarang hanyalah kelas 1 dan 2.

Walaupun kelas 3 di bebaskan dari belajar, tapi, mereka harus tetap hadir di sekolah karena absensi tetap berjalan. Xiumin pun hadir di sana.

Dia berjalan tak karuan. Tak ada tujuan. Tiba-tiba, pikirannya terisi oleh Hwayoung.

“Apa dia bisa mengerjakannya dengan baik?” gumam Xiumin.

“Ah.. sebaiknya aku intip saja kelasnya.” ucap Xiumin lalu pergi menuju tiap-tiap ruangan. Mencari dimana kira-kira ruangan Hwayoung.

Setelah cukup lama mencari. Ya, sekitar 15 menit. Akhirnya, Xiumin menemukan ruangan itu. Ruang no 6. Di liriknya setiap hoobae yang ada di dalam ruangan itu melalui jendela. Kebetulan sekali saat itu pengawasnya sedang tidak ada.

Disana. Di pojok sebelah kanan.

“Ck, kenapa dia selalu berada di pojok, eoh?” ucap Xiumin pelan sambil terus mempehatikan Hwayoung dari tempatnya.

@@@

Seminggu kemudian, ujian itupun selesai.

Dan hari ini, Xiumin sudah berjanji akan mentraktir Hwayoung makan es krim dekat sungai Han.

“Akhirnya, aku terbebas juga dari soal-soal menyebalkan itu,” ucap Hwayoung sambil merentangkan tangannya.

Xiumin yang melihat itu hanya tersenyum geli sambil mendekati Hwayoung yang sedang duduk di bangku taman setempat. Dia pun duduk di sisi bangku yang kosong.

“Kau lupa? Kau masih harus sekolah 1 tahun. Jadi, kau tidak bisa sepenuhnya terbebas dari soal-soal menyebalkan seperti itu.” ucap Xiumin sambil menyodorkan es krim cone rasa stroberi, vanilla dan coklat pada Hwayoung.

Hwayoung langsung menyambut es krim itu dengan senang hati.

“Gamsahamnida.” ucap Hwayoung lalu menjilat es krim itu penuh penghayatan. Terlihat dari caranya memakan es krim sambil memejamkan matanya.

“Ne, cheonmayo (sama-sama). Kau ini. Memakan es krim saja sampai menutup mata seperti itu,” ucap Xiumin. Hwayoung merasa tak peduli. Dia masih saja melakukan hal itu.

“Ck, lagipula, kau belum tau hasil nilaimu, kan? Jadi, kau tidak bisa benar-benar bersantai.” ucap Xiumin. Hwayoung langsung membuka matanya perlahan sambil menghela napas panjang.

“Sunbaenim, kau ini. Aku sedang mencoba bersantai dari keteganganku. Dan sekarang kau merusak moodku. Menyebalkan.” ucap Hwayoung. Raut wajahnya benar-benar berubah 180 derajat.

Xiumin yang melihat itu merasa tidak enak.

“Sudahlah. Jangan seperti itu. Mianhae atas ucapanku tadi.” ucap Xiumin. Raut wajahnya juga sudah tidak mengenakkan. Hwayoung hanya melirik wajah Xiumin sambil bersusah payah menahan tawanya yang hamper saja meledak.

“Ya.. Hwayoung-ssi. Aku minta maaf.” mohon Xiumin. Karena tak tahan, Hwayoung langsung tertawa lepas.

“Hahaha.. Xiumin sunbae, kau benar-benar lucu. Haha..”

Xiumin membelalakkan matanya.

“Mwo?”

“Haha.. aku tidak marah.”

“Ck, kau…”

Xiumin sudah mengambil ancang-ancang untuk mengejar Hwayoung.

“Awas kau, Hwayoung-ssi.” ucap Xiumin lalu mengejar Hwayoung yang sudah mampu menebak niatnya.

@@@

Hari ini adalah hari dimana Xiumin lulus dan Hwayoung menerima hasil kerja kerasnya belajar.

“Sunbaenim, chukkaeyo (selamat).” ucap Hwayoung sambil menepuk pundak Xiumin. Xiumin hanya tersenyum manis.

“Gamsahamnida, Hwayoung-ssi.” balas Xiumin.

Ya. Xiumin Kim. Lagi-lagi dia mendapat peringkat pertama selama 6 semester berturut-turut.

“Ah, ne. Bagaimana dengan hasil raportmu?” tanya Xiumin penasaran. Hwayoung yang tadinya memasang wajah ceria, mendadak mengubah ekspresinya menjadi murung. Xiumin menatap Hwayoung intens.

“Eottae? (bagaimana?)” Hwayoung masih saja diam. Xiumin masih menatapnya.

Secara tiba-tiba, Hwayoung langsung tertawa lepas seperti saat mereka berada di sungai Han. Sontak, Xiumin kaget dan mengelus-elus dadanya. Mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdetak secara overdosis.

“Neo (kau/kamu)…” teriak Xiumin.

“Hahaha.. kau kena lagi sunbaenim. Hahaha..”

“Kau ini, aku bertanya serius. Kenapa kau menanggapinya seperti itu? Cepat beritahu aku yang sebenarnya,”

“Hehe.. iya iya. Nilai raportku menjadi bagus, sunbaenim. Terutama nilai sejarahku. Aku sendiri tidak percaya dengan hasilnya. Aku merasa seperti ada roh halus yang merasuki otakku. Haha..”

Xiumin tersenyum melihat itu.

“Haha, chukkaeyo.” ucap Xiumin sambil mengacak-acak rambut Hwayoung. Hwayoung langsung diam. Tak berkutik sama sekali. Sedangkan, Xiumin malah merangkulnya dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan Hwayoung.

“Saranghae (aku cinta padamu).” bisik Xiumin. Hwayoung semakin membeku.

“Yaa.. kenapa kau diam saja?” ucap Xiumin. Hwayoung masih diam.

“Yaa.. Hwayoung Ryu,” teriak Xiumin. Mendengar teriakan Xiumin, hwayoung baru tersadar.

“Apa? Kau bilang apa, sunbaenim?”

“Naega? (aku –partikel subjek-) Aku tidak bilang apapun,”

“Yaa.. jangan bohong, sunbaenim. Kau tadi bicara apa, huh?”

“Aku tidak bilang apa-apa.”

“Neo..”

Kali ini Hwayoung yang mengambil ancang-ancang. Dengan gerakan yang lebih cepat, Xiumin sudah lari terlebih dahulu.

“Yaa… sunbaenim.” teriak Hwayoung sambil mengejar Xiumin.

“Haha.. tangkap aku kalau bisa.” teriak Xiumin.

Kejar mengejarpun terjadi di antara keduanya.

Ya. Cinta adalah sejarah. Dimana kau bertemu seseorang yang biasa saja yang kemudian memberimu kesan yang indah.

Cinta adalah sejarah. Sejarah bahwa kau pernah mengenal seseorang yang menarik perhatianmu.

Sesuatu yang mudah di lihat tetapi sulit di rasakan.

END

Related Posts: